Makna Kalimasada Hubunganya Dengan Pancasila (Mitologi Purwa Kawitan)



Banyak orang menterjemah dan mengartikan Kalimasada adalah kalimah sahadat, atau kalimat sahadat. Ini mungkin juga ada benarnya, alasanya yang membuat kalimasada adalah Sunan Kalijaga. Namun belum tentu itu informasi yang absolut dan sah, masih banyak hal-hal yang harus di bicarakan lagi, mengenai penggunaan kalimasada itu sendiri dan si pemiliknya, serta jangan lupa adalah tinjauan bahasa atau linguistik.
 

Perlu diingat lagi bahwa jauh sebelum era Sunan, kata kalimasada sudah digunakan dalam pewayangan, dan ditemukan dalam sebuah Kakawin. Kakawin itu adalah “Kakawin Bharatayuddha” yang di tulis tahun 1157 atau abad ke-12. Masa ini adalah masa pemerintahan Maharaja Jayabhaya di Kerajaan Kediri. Istilah itu jika dipiliah menjadi Kali-Maha-Usaddha, yang bermakna “obat mujarab Dewi Kali”. Pada bagian perang antara Salya dan Yudistira, tertera dengan jelas bahwa Yudistira melemparkan kitab pusakanya yang bernama Pustaka Kalimahosaddha ke arah Prabu Salya. Kitab tersebut berubah menjadi tombak yang mampu menembus dada Prabu Salya. Berarti jauh hari sebelum itu bangsa Jawa rakyat jawa atau orang jawa juga sudah mengenal istilah “Kalimasada” atau “Kalimahosaddha”. Kemungkinan besar di era para Wali dikenalkan kembali artinya dijadikan istilah baru lagi dan diberi pengertian yang berbeda, yaitu dua kalimat syahadat. 

Kata syahadat dikenalkan oleh kaum Islam yang berdatangan ke tanah Jawa, jadi sebelumnya kita belum mengenal kata atau istilah “syahadat”. Jika kata sada diterjemahkan dengan syahadat menurut saya hal ini adalah sangat memaksakan, sebab orang jawa saat itu belum mengenal istilah syahadat, yang mereka kenal adalah usada dan sabda. Terserah mau mengartikan atau meyakini bahwa kata sada disitu adalah syahadat juga tidak apa-apa, itu sah-sah saja secara hitungan berjamaah. Sedangkan kata kalima bisa ditemukan dalam ungkapan “sedulur papat kalima pancer” yang artinya “empat saudara dan yang kelima adalah pancer (pusat)”. Ungkapan tersebut merupakan salah satu ungkapan kejawen yang dikenal oleh banyak orang jawa dari segala lapis. Dan tiap individu juga memiliki kebebasan menterjemahkannya. Menurut saya kata ‘kalima’ dalam ‘kalimasada’ adalah sesuai dengan ungkapan ‘sedulur papat kalima pancer’. Secara jelasnya kata ‘kalima’ bisa saya terjemahkan menjadi ‘urutan kelima atau lima urutan’, dan bisa pula saya terjemahkan ‘lima poin utama’ atau bahkan menjadi ‘lima sila’.  

Telaah ini memang belum terbukti secara rinci, tapi yang jelas bahwa jauh hari sebelum era para sunan, nenek moyang kita telah mengenal kata “Kalimahosaddha” dalam pertunjukan wayang dan dalam kakawin Bharatayudha. Pengertian tentang kata tersebut juga jauh berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh para Wali atau kita kenal sekarang adalah bahwa jamus kalimasada itu rekayasa para wali guna memperkenalkan agama islam di tanah Jawa ini. Sehingga mengubah makna kata ‘kalimasada’ yang awalnya adalah obat mujarab dewi Kali, menjadi dua kalimat syahadat. 

Kalimasada dan Pancasila   

Melanjutkan pengertian yang saya urai bahwa kata kalima berarti ‘lima urutan atau lima sila’, maka kalimasada atau kalimausada adalah lima sila yang bisa kita gunakan untuk obat. Obat bagi siapa? Ya obat untuk masyarakat, obat untuk orang jawa dan umum tentunya. Lalu lima obat itu apa saja? Bisa saya uraikan bahwa berhubung kalimasada adalah sebuah pusaka yang dimiliki oleh Yudhistira, yang konon merupakan salah satu pemimpin yang sangat arif dan bijaksana, bisa saya tafsir bahwa lima obat itu sesuai dengan apa yang tertera pada sila-sila yang terdapat pada Pancasila. Iya itu merupakan dasar bagi masyarakat Amarta dalam mengarungi kehidupan bernegara. Oke mungkin sebagai sarana analisa bersama, saya sangat senang membaca tulisan teman yang berbicara tentang mitologi sila-sila dalam Pancasila. 

  1. Ketuhanan yang Maha Esa, merupakan unsur karakter kesejatian yang berdaya rasa kesucian bagi manusia, bisa merupakan daya rasa kekosongan/kenetralan/kesucitan yang berfungsi agar manusia memuat berbagai daya rasa apapun yang telah berada dalam system kediriannya sehingga diperoleh rasa kedamaian, ketentraman, ketulusan dengan apa adanya serta melahirkan etika moral kesopanan, kesantunan yang lembah manah dan narima ing pandum.    Mitologi ajaran purwa kawitan “Sang Hyang Ismayajati” adalah mustikanya penghuni/danyang Jagad sebagai pemegang legitimasi system kendali dan transformasi terhadap esensi ruh kesucian keseluruhan tatanan kehidupan alam semesta yang dalam perkembanganya telah melahirkan berbagai sistem spiritual terhadap Tuhan yang Maha Esa di seluruh penjuru Dunia. 
  2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, merupakan unsur karakter kesejatian berdaya rasa cipta karsa, berwawasan konprenship holistic humanistic yang senantiasa beradabtasi berbasis Sang Maha Suci/Tuhan Yang Maha Esa. Aktivasi dari unsur ini berakibat akan memberikan daya rasa cipta karsa kecerdasan yang akan melahirkan berbagai kreatifitas untuk berkarya, dengan selalu mengutamakan kebahagiaan kreatif disbanding kebahagiaan konsumtif, darisana lahirlah etika moral welas asih/cinta kasih serta kesemangatan dalam kebersamaan hidup.    Mitologi Purwa Kawitan sebagai pemegang sistem kendali dan transformasi terhadap esensi ruh tersebut adalah Sang Hyang Manikmaya dengan wawasan kesemesta alam/menggelar jagad serta mendalangkan seluruh lakon berbagai penciptaan agar jagad senantiasa mengembang serta dipenuhi berbagai kreatifitas dan aktifitas kehidupan bagi seluruh dimensi kehidupan sosial secara adil dan merata. 
  3. Persatuan Indonesia, merupakan unsur karakter kesejatian yang berdaya rasa integralistis komprehensip berbasis rasa sejati kemanusiaan yang holistik humanistik, dan senantiasa berkecenderungan bersosialisasi agar saling kenal, saling sapa, dan bersinergis dengan ikatan tali persaudaraan dalam kesatuan (Bhineka Tunggal Ika). Mempererat persaudaraan, saling kait mengait dalam jalinan tatanan kehidupan sosial masyarakat agung dalam wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.   Dalam Mitologi purwa kawitan sebagai pemegang sistem kendali dan transformasi terhadap esensi ruh tesrebut adalah Sang Hyang Gurujati, dalam sistem kediriannya memuat rasa keinginan seluruh makhluk hidup semesta alam dalam rasa satu kesatuan yang etis, daya rasa kesatuan keinginan seluruh makhluk hidup oleh manusia sangat dibutuhkan untuk terjaganya keseimbangan ekosistem kehidupan demi kesejahteraan kedamaian dan keadilan social bagi manusia itu sendiri. 
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Sila ini merupakan unsur karakter kesejatian daya rasa pamomong, pengayom, pemimpin demi tetap terjaganya persatuan dalam kesatuan yang etis (Persatuan Indonesia) untuk selalu mengakomodasikan keseluruhan kepentingan hidup dalam berkehidupan social dengan lebih mengutamakan kepentingan umum/nasional dibanding kepentingan pribadi atau golongan.    Dalam Ajaran Purwa Kawitan, sebagai pemegang sistem kendali iini adalah Sang Hyang Among Raga selaku pemegang legitimasi penjaga/pemelihara/pamomong terhadap perwujudan alam semesta beserta penghuninya demi untuk pertumbuhan, ketertiban, kesejahteraan, kedamaian dan kelestariannya.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, merupakan unsur karakter berdaya rasa idealism disertai perjuangan lahir dan batin dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial yang adil dan makmur pada setiap berkehidupan dengan didasari budi pekerti luhur hingga merata dan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.     Dalam mitologi Purwa Kawitan sebagai pemegang sistem kendali inni adalah Sang Badranaya, sang idealis, sang pejuang agar bumi ini tetap langgeng bagi manusia untuk beranak pinak serta mengembangkan evolusi kecerdasan sosial guna meraih kebahagiaan lahir dan batin serta berkeadilan sosial.

Pancasila dan Kalimasa adalah sebuah mitologi yang sangat kokoh dan mendasar hingga bertumpu pada inti sari jagad alam semesta (intisari bawana langgeng) sebagai Sang Causa Prima, mitologi sila ini merupakan paradigma holistik sebagai pentas psikologis bagi setiap manusia Indonesia, sebagai tempat untuk memelihara dogmatis sebagai prinsip dasar yang punya landasan aksiomatika dan keabsahan kadar kebenarannya tidak perlu dipertanyakan lagi guna melahirkan berbagai rumusan etika keperilakuan berkehidupan sosial. 

Ilustrasi gambar diambil dari Google dengan kata kunci Pandhawa, Semar, Kalimasada, Pancasila.

Share:

1 komentar:

  1. bukannya islam masuk nusantara abad ke 6

    https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_pada_era_kerajaan_Islam

    BalasHapus

Yuk Gabung

Total Pengunjung

Penunjung